Jumat, 22 Agustus 2008

BUKU MUSIK : CELAH BARU DUNIA PUSTAKA INDONESIA


Dibandingkan chicklit dan buku-buku populer lainnya, buku musik mungkin kurang begitu diperhatikan eksistensinya. Padahal, jenis buku yang satu ini bisa menjadi celah baru bagi dunia pustaka di Indonesia.

Kurangnya eksistensi ini disebabkan oleh pandangan masyarakat terhadap buku musik itu sendiri. Ketika saya masih duduk di Sekolah Dasar, buku musik tidak lain adalah buku kumpulan lagu-lagu kebangsaan dan lagu-lagu daerah sebagai panduan pelajaran seni musik di sekolah. Memang, jenis buku tersebut juga termasuk ke dalam buku musik, bersama dengan buku partitur musik dan cara bermain gitar atau piano.

Namun sekarang, paradigma saya akan buku musik mulai bergeser. Buku musik yang saya lihat adalah buku-buku tebal tentang Bob Dylan, The Beatles, dan Nirvana, ratusan halaman berisi istilah-istilah musik, sejarah blues, rock n roll atau jazz, kumpulan desain sampul album rekaman sampai kumpulan lagu terlaris tangga lagu Billboard. Jika dulu saya mengenal buku musik dalam setiap pelajaran seni musik di sekolah, sekarang saya menemukannya di setiap diskusi seni rupa, pemutaran film atau di sela-sela kunjungan ke toko buku. Tidak sekedar tanggungjawab seperti buku-buku pelajaran yang memang wajib dibeli, buku musik bagi saya sudah menjadi kepuasan tersendiri.

Dari Kritikus Sampai Musisi


Jauh sebelum saya mengoleksi buku-buku musik ini, di negara maju seperti Amerika dan Eropa, pendokumentasian musik menjadi suatu buku telah lama dilakukan. Jejaknya bisa dilacak dari sejak munculnya era perjalanan rock n roll di Amerika pada era 60an. Seiring dengan majunya industri musik sampai beberapa dedake kemudian, permintaan akan buku musik mengalir deras. Banyak buku-buku musik yang diproduksi dan diterbitkan. Bahkan tidak sedikit yang dicetak ulang.

Si pembuat buku musik sebagian besar adalah mereka yang telah lama berkecimpung di media-media cetak, jurnalis musik, mulai dari editor majalah dan mereka yang sering menulis di majalah-majalah musik. Namun tidak sedikit orang di luar predikat itu menulis buku musik, mulai dari seniman, guru sekolah sampai si musisi itu sendiri. Merekalah yang memberikan kontribusi besar dalam perkembangan musik selama berabad-abad. Tanpa mereka, musik bak lembaran foto usang yang tersimpan di lemari.

Dari Biografi Sampai Kumpulan Catatan Harian

Ragam jenis buku musik hadir sesuai dengan tema yang dibawanya. Ada buku biografi musisi terkenal, ada buku yang berisi daftar band, musisi dan penyanyi dari A-Z. Ada yang hanya menampilkan sampul album rekaman dari masa ke masa. Ada pula yang membahas tentang musisi yang mati muda, sampai catatan harian seorang musisi.

Tidak sulit menemukan jenis buku musik yang saya sebutkan tadi. Kamu bisa pergi ke toko-toko buku dan mencari rak buku luar. Dari hasil riset kecil-kecilan terhadap ragam buku musik yang ada, saya mencoba mengkategorikannya ke dalam 6 jenis, yakni :

1.Biografi
Biografi berisi profil dan sejarah karir mulai dari musisi, penyanyi, band atau tokoh yang berpengaruh dalam musik, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.

2.Wacana

Buku wacana berisi banyak wacana tentang musik. Mulai dari sejarah genre musik, kajian teori musik sampai studi kultural musik dikaitkan dengan perkembangan budaya populer.

3.Ensiklopedi

Ensiklopedi berisi berisi ribuan daftar istilah dari A-Z yang berkaitan dengan musik, seperti nama band, musisi, biduan, berserta penjelasannya.

4.Antologi

Antologi berisi ragam kumpulan tulisan tentang musik. Biasanya ditulis oleh banyak orang. Temanya beragam, mulai dari yang teoritis sampai cerita ringan.

5.Buku Visual

Buku visual lebih mengedepankan tampilan visual daripada tulisan. Misalnya gambar-gambar sampul depan album rekaman atau kumpulan esai foto.

6.Jurnal atau catatan harian

Jurnal atau catatan harian berisi pengalaman hidup orang terhadap musik yang ia dengar atau perjalanan orang yang bertemu musisi terkenal.

Minimnya Buku Musik di Indonesia


Dari jenis-jenis buku yang disebutkan di atas, saya melihat sebagian besar bahkan hampir seluruhnya adalah terbitan luar, sedikit yang telah dialihbahasakan. Di Indonesia sendiri, penerbitan buku musik boleh dibilang minim. Boleh jadi masalah klasiknya adalah anggapan bahwa buku musik belum jelas pasarnya. Bagi penerbit, menerbitkan buku musik berarti berani mengambil resiko besar, mengingat buku semacam ini mungkin boleh jadi kurang menjual jika dibandingkan dengan chicklit, komik, novel atau naskah film yang pasarnya jelas dan sangat menjanjikan. Penerbit memilih menerbitkan chicklit atau komik yang memang tren di kalangan remaja dan anak muda daripada buku musik yang, mungkin, bagi mereka belum begitu jelas pasarnya.

Ironisnya, maraknya penerbitan majalah di Indonesia menciptakan banyak penulis dan kritikus handal yang potensial sebagai penulis buku musik. Sedih jika akhirnya kita melihat banyak penulis luar yang justru menulis tentang sejarah musik di Indonesia. Boleh jadi masalah klasiknya adalah waktu dan tenaga. Mulai dari menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan atau berbulan-bulan menghabiskan sesi wawancara dengan musisi atau lelahnya mengikuti tur band agar tulisan dan gambar yang diperoleh lebih akurat dan menarik. Dengan kata lain, baik si penulis dan penerbit tetap harus berpikir dua kali untuk menulis dan menerbitkannya.

Celah Baru Dunia Pustaka Indonesia

Padahal, jika mau dilihat dari segi bisnis, buku musik adalah celah baru yang potensial dan amat menjanjikan. Dari remaja, anak muda sampai kalangan dewasa adalah pasar yang jelas. Hal ini didukung oleh pelbagai indikasi, mulai dari ramainya tayangan musik di media elektronik, ajang bakat musik dan ragam band yang digandrungi sampai tingginya frekuensi konser musik dari musisi dan band luar di Indonesia. Munculnya fan club macam Beatlemania, Sobat Padi dan Slankers adalah indikasi bagus bagi pasar buku musik, sehingga sangat mungkin apabila ada penulis yang ingin mendokumentasikan perjalanan karir dari band-band macam Slank, Dewa atau Peterpan, misalnya, untuk kemudian menerbitkannya dalam sebuah buku biografi. Dengan wawancara mendalam, ragam fakta dan polesan foto serta kemasan yang menarik, buku musik bukan lagi sekedar bahan pustaka untuk dibaca, Ia bahkan akan menjadi semacam collectible item, sama seperti fans mengoleksi membeli kaset, CD, kaus, Poster dan memorabilia lainnya. Ini berarti, kehadiran buku musik akan menjadi sebuah prestise tersendiri di kalangan masyarakat, khususnya pecinta musik.

Di satu sisi, kehadiran buku musik mendorong dinamika musik di Indonesia menjadi kian hidup dan berkembang karena terdokumentasi dengan baik. Di sisi yang lain, dilihat dari penulis dan pangsa pasarnya, buku musik akan menjadi celah baru yang menjanjikan bagi bisnis penerbitan di Indonesia. Terlebih, kehadiran buku musik akan memberi warna bagi dunia pustaka di tengah ragam jenis penerbitan yang kian marak sekarang ini. Tanpanya, musik bak masakan hambar yang tiada rasanya. Tunggu apa lagi ? Rekam, tonton, dengar, tulis dan terbitkan.

Wahyu Nugroho
Penggila piringan hitam; Editor salah satu penerbit di Jakarta

2 komentar:

Anonim mengatakan...

tulisannnya panjang beneeer. muat di trax lah cum

Anonim mengatakan...

Saya sedang dalam proses skripsi. skripsi saya mengharuskan menulis tentang sejarah perkembangan musik rock n roll, lebih jelasnya tentang sejarah munculnya musik rock n roll sampai masuknya aliran musik tersebut ke indonesia. Kalau boleh tanya kira-kira tahu ga` ya dimana saya bisa mendapatkan bukunya baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? mohon jawabannya ke ardian.rahardia@yahoo.com. Terima Kasih.